Tradisi kebebasan akademik dapat dipraktikkan mahasiswa di kampus dengan cara mengembangkan tradisi diskusi, debat, tukar pikiran, atau dialog dengan sesama civitas academica. Terhadap dosen atau pejabat kampus, misalnya, mahasiswa dapat mengajukan pertanyaan, pernyataan, tanggapan, jawaban, atau solusi alternatif tentang masalah yang sedang menjadi bahan pembahasan atau isu yang sedang mengemuka di kampusnya. Hal itu bisa dilakukan di depan kelas, aula, ruang rapat, ruang rektor, dan tempat - tempat lain.
Sumber gambar: bp.blogsopt.com
OSPEK (segala macam OSPEK) adalah sebuah fenomena yang menarik. Yang selama ini kita lihat adalah OSPEK yang mengajarkan baris-berbaris, disiplin terhadap perintah dan bentuk-bentuk simulasi fisik yang tidak pernah dievaluasi hasil dari pelajaran "orientasi" untuk mahasiswa baru yang menjalani OSPEK. Pada awal tahun kita selalu membahas kegiatan OSPEK yang akan kita laksanakan. Dari sini mulailah para pengurus organisasi menyampaikan ide-2 mereka yang terbatas pada "tradisi" masa lalu. Ketika kita tanya "Bagaimana evaluasi OSPEK yang kemaren?", jawaban yang disampaikan selalu 'absurd' karena parameter keberhasilan tidak ada. Ada juga yang telah menentukan parameter keberhasilan, tapi parameter tersebut tidak pernah dievaluasi secara sistematis sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk OSPEK selanjutnya.
Padahal kalau kita lihat tujuan OSPEK tersebut sangat positif. OSPEK tsb mengarahkan mahasiswa barupada misi-visi organisasi yang mulia. Pada prakteknya OSPEK tersebut digunakan untuk menggembleng mental dan fisik mahasiswa baru dengan cara yang berbau "militer" dan malah mengesampingkan penyampaian misi-visi organisasi. Lihat saja contohnya pada semua mahasiswa yang sudah di-OSPEK, seberapa persen dari mereka yg mengerti AD/ART organisasi. Mereka lebih memilih menyampaikan tradisi daripada menyampaikan misi-visi yang jelas. Selain itu gaya disiplin "mengikuti perintah" juga menonjolkan kediktaroran dari para senior.
Padahal, kalau ekses OSPEK dilihat lebih jauh, akar persoalannya terletak pada realitas praktik kekerasan sebagai realitas keseharian. Kekerasan dalam tataran yang bersifat ideologis sampai yang sangat pragmatis sudah terjadi sehari - hari. Secara tidak sadar, kekerasan yang disebut sebagai ekspresi dorongan manusia primitif menyatu dengan keseharian masyarakat Indonesia. Dalam posisi apa pun, kekerasan seolah - olah menjadi pilihan pertama, yang terkait langsung dengan kekuasaan dan nafsu berkuasa. Banyak teori kekerasan disampaikan para ahli. Tetapi adalah Max Weber yang menyatakan
adanya hubungan dekat antara kekuasaan dan kekerasan. Kekerasan dipakai sebagai cara manusia melaksanakan dan memperbesar kekuasaan.
Kalau dalil itu diterapkan dalam kasus OSPEK, terlihat bagaimana mahasiswa senior memaksakan impulsi-impulsi primitif. Dengan ditaatinya permintaan yang aneh-aneh, mereka merasa berkuasa. Dalam konteks ini benar kata Acton, orang berkuasa cenderung 'koruptif', selalu kurang terus. Dalam membina sikap disiplin, salah satu tujuan OSPEK, serta-merta diterapkan disiplin ala militer. Entah disebabkan sebagian di antara mahasiswa senior adalah juga anggota Menwa (sekarang sudah ditiadakan) juga anggapan disiplin semacam itu satu - satunya bentuk disiplin. Padahal berbeda jauh antara disiplin mati dan disiplin yang
diterapkan secara kreatif. Yang terjadi bertahun- tahun, bahkan eksesnya masih terlihat sekarang, OSPEK pun berwajah semimiliteristik.
SUBSTANSI PEMBINAAN
Berbicara pembinaan, terhadap siapa pun, termasuk pada calon mahasiswa baru, tentu tidak sekadar dalam konsepsi simbolik, dengan pelarangan istilah - istilah yang sebetulnya tidak berdosa. Namun, yang harus mendapat 'penekanan' adalah substansi dari pembinaan tersebut. Apa pun nama dan istilah pembinaan terhadap mahasiswa baru itu, mau OSPEK atau apa pun, bukan itu yang terpenting, tetapi 'materi apa yang pantas diberikan'.
Pembinaan adalah proses, perbuatan, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya gunadan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI:1999). Dalam persepsi umum, pembinaan banyak disepadankan dengan pendidikan, yakni, sebuah proses dengan metode - metode tertentu, sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan, (Syah,1995).
Pembinaan terhadap calon mahasiswa baru, tentu tidak bedanya dengan konsepsi pembinaan pada generasi muda atau juga dapat disetarakan dengan pembinaan terhadap remaja. Kalau dikategorikan, calon mahasiswa baru tidak bedanya dengan remaja karena memang notabene usia mereka pada usia remaja. Zakiyah Darajat menyebutkan usia remaja antara 13 sampai 24 tahun dan Sarlito Wirawan Sarwono membatasi usia remaja antara 11 sampai 24 tahun. Merujuk pada batasan tersebut, calon mahasiswa baru pun adalah remaja karena notabene usianya di antara batasan tersebut.
Upaya pembinaan dalam konteks nyaris sepadan dengan pendidikan terhadap remaja sangat penting karena remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa. Pada masa remaja inilah biasanya terjadi percepatan pertumbuhan, baik fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan dewasa yang memiliki kematangan pikiran (Darajat;1975).
Bagaimana dengan mahasiswa baru di STMIK Raharja, terutama kelas sore yang notabene sudah berumur (Bapak-bapak atau ibu-ibu, mereka sudah terjun ke masyarakat (berkeluarga, mempunyai anak, istri, bekerja di tempat terhormat sampai harus bersimbah keringat lantas di kampus Raharja yang ingin dikenal menjadi kampus unggulan HARUS mengikuti OSPEK dengan memakai atribut seperti kaos kaki yang tidak jelas juntrungannya, memakai topi pot atau semacamnya, berpakaian yang tidak sepantasnya lalu dibariskan dan 'diperintah/diteriaki' seperti anak SMP atau SMA. Tidakkah lebih baik jika 'atribut-atribut' tersebut digantikan dengan 'sesuatu yang lebih berguna' yang nantinya disumbangkan, dan 'acara baris-berbaris'
digantikan dengan kegiatan semacam seminar, penataran, pelatihan di dalam aula/ruangan.
Sedangkan untuk mempererat kerjasama, disiplin dan sebagainya, sebenarnya mereka sudah tidak asing lagi, bahkan jika 'dibandingkan' pasti lebih baik mereka dibandingkan 'para panitia' yang notabene kebanyakan 'baru dewasa' dan belum memasuki dunia kemasyarakatan. Kalau harus mengadakan 'game', bukankah banyak sekali game interactive lain yang lebih 'bermutu' dan berbobot. Bisa ditiru dari 'game-game' pelatihan manajemen, outbound, atau 'game-game' lain yang TIDAK mengarah perpeloncoan layaknya anak remaja baru masuk SMA atau SMP. Dapatkah Raharja yang ingin menjadi kampus unggulan mengubah 'tradisi' tersebut. Semua bergantung dari semua komponen civitas akademika yang terlibat, dan kemauan dari semua pihak, terutama ketegasan dari pihak manajemen dan akademik Raharja untuk me-reformasi total bentuk dari OSPEK yang kurang 'MENARIK dan BERMUTU' dimata para mahasiswa 'pekerja' (kelas sore).
Untuk mahasiswa yang kritis tentu saja tidak bisa menerima hal ini dan mereka menyadari bahwa cara seperti ini adalah cara yang 'tidak bijaksana'. Inilah yang kemudian menjadikan OSPEK sebagai "SAMPAH" yang tidak berharga di mata mereka. Tradisi 'disiplin mengikuti perintah' dipandang sebagian kalangan sebagai hal positif karena mereka berhasil menyebarkan propaganda bahwa sikap diktator senior tersebut adalah hal positif untuk menggembleng mental dan fisik serta menyatukan angkatan dalam kesetiakawanan.
Padahal kalau dicermati dengan benar, propaganda merekalah yang merubah persepsi positif para mahasiswa baru, bukan disiplin mengikuti perintah gaya militer yang mereka ajarkan. Propaganda tentangsikap disiplin ini yang lain adalah dalih bahwa "mereka akan memperlihatkan jati diri mereka setelah ditekan dengan "kekerasan" dan "mereka akan bangkit setelah ditekan". Padahal sikap yang akan muncul ketika mereka dikekang oleh kekuasaan adalah sikap negatif dan emosional yang mirip dengan sikap mempertahankan diri. Sebagai contoh, tamparlah orang di samping anda, maka dia akan marah.
Kalau marah ini anda anggap sebagai sikap sejati orang di samping anda, maka menurut anda yg disebut sikap sejati adalah " sikap negatif karena mempertahankan diri ".
OSPEK yang dijalankan dengan inisiatif dari komunitas mahasiswa jurusan atau fakultas, pada umumnya dikenal sebagai praktik intimidasi terstruktur terhadap mahasiswa baru. Pada beberapa kesempatan, senior - senior yang memegang otoritas dalam inisiasi mengaku bahwa tradisi tersebut dijalankan untuk meneguhkan mentalitas mahasiswa baru dalam menghadapi dunia kampus. Kendati demikian, apa yang ditampakkan lebih menyerupai 'upaya balas dendam' atas perlakuan yang pernah diterima mereka di tahun - tahun yang lalu.
OSPEK (orientasi studi & pengenalan kampus) atau apa pun namanya terlanjur mendapat stigma negatif. Atas dasar terpaan kritik dan kesadaran, penyelenggaraan OSPEK di beberapa kampus mulai adaptif. Ada keinginan menghapus 'image' buruk OSPEK yang selama ini dikenal lekat dengan kekerasan atau perpeloncoan.
OSPEK, alih - alih menyuguhkan pencerahan dan pendewasaan, malah sering mempraktikkan model penyuluhan yang bersifat doktrinal, pelanggaran etika dan kesantunan, serta arogansi kekuasaan sang senior terhadap sang juniornya. Kecil sekali kalau ditilik dari segi output OSPEK, antara visi dengan tradisi. OSPEK perlu dibenahi, apalagi sudah ada korban MATI, menjadi sangat bodoh bila 'sistem militeris' hingga menghasilkan: 660 kasus seks bebas ditemukan di IPDN dari tahun 2000 s/d 2004.
Menurut PSIKOLOG Sartono Mukadis (58) omong kosong kalau disiplin ditanamkan dengan metode seperti OSPEK. "Disiplin itu pilihan, bukan militeristik," kata pakar sumber daya manusia itu. Masalahnya, karena sulitnya mengontrol perilaku senior yang cenderung "menguasai" yuniornya, Sartono menyarankan OSPEK dihapus saja. "Setidaknya saat ini, sampai ditemukan bentuk interaksi dan orientasi yang ekses buruknya lebih sedikit," katanya.
Penghapusan OSPEK itu terpaksa dilakukan sampai ditemukan bentuk pendewasaan atau pengakraban mahasiswa. Apalagi dalam kondisi saat ini dimana terjadi 'penumpulan kepekaan' sosial mahasiswa. "Misalnya, diadakan lomba pikiran yang mendahului zaman, di mana pikiran dibiarkan bertualang liar untuk apa pun di zaman mendatang," kata Sartono.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr Imam Prasodjo, bertanya, "Apa haknya mahasiswa senior menguji fisik dan mental yuniornya dengan cara seperti itu? Dan, apa pula relevansinya dengan program studi?". Imam bahkan sepakat dengan pakar pendidikan Prof Dr Winarno Surakhmad untuk menyebut mahasiswa yang demikian sebagai 'preman kampus' yang menumbuhkan 'peradaban primitif'.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kekerasan adalah senjata (orang/bangsa/manusia) yang jiwanya lemah.
Kelemahan jiwa merupakan kelemahan sejati.
- Mahatma Gandhi (1869-1948) -
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BISA dipahami jika psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yayah Khisbiyah, menyarankan agar orientasi studi dan pengenalan kampus (OSPEK) atau perpeloncoan, yang identik dengan kekerasan, segera 'dihapuskan atau dihentikan'. Selain mencerminkan apa yang dipaparkan Bapak Bangsa India itu, aksi penggojlokan ini merupakan warisan kolonial yang penuh nilai-nilai kesewenangan penjajah. Karena bersifat menindas, di Belanda sendiri 'kegiatan primitif' ini sudah ditinggalkan, tetapi mengapa di Republik ini masih dilakukan ???
Psikolog dari Universitas Indonesia, Fawzia Aswin Hadis, menyatakan hal yang sama. "Saya lihat tujuan OSPEK tidak jelas dan di luar negeri kegiatan seperti ini tidak ada," ujarnya beberapa saat setelah korban Suryowati Hagus Darayanto (21), peserta perpeloncoan di Kampus Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), Jakarta, meninggal (24/8/1999).
Mahasiswa adalah kelompok masyarakat dengan ciri utama bernalar, berbeda dengan kelompok-kelompok warga masyarakat lain. Yang diandalkan adalah akal (nalar) dan bukan otot, yang berbeda dengan disiplin mati yang menafikan kelenturan menerima argumentasi dan alternatif.
Cara - cara semimiliteristik dan pelecehan hak asasi selama OSPEK mungkin saja membekas sebagai pengalaman romantis. Banyak juga yang kemudian merindukan masa-masa OSPEK sebagai kenangan mengasyikkan. Tetapi, sesuai dengan jiwa dasar pendidikan yang menafikan cara-cara kekerasan, perlu dikaji ulang, benarkah OSPEK lebih besar manfaat daripada mudaratnya.
Sepanjang sejarah, meskipun dari tahun ke tahun selalu terjadi ekses, OSPEK tak pernah disinggung sama sekali dalam peraturan dan perundangan kependidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi tak satu kalipun memuat kata OSPEK mahasiswa baru. Artinya, OSPEK memang tidak menjadi bagian strategis penting proses pendidikan. Aturan-aturan yang mengikatnya hanya setingkat surat edaran atau surat keputusan menteri. Anehnya aturan - aturan berdasar surat edaran atau ketetapan itu 'gampang dilanggar',
menunjukkan yang terpenting dalam OSPEK seharusnya inisiasi mahasiswa ke dalam 'rumah baru'.
OSPEK adalah hal yang selalu memiliki 2 kubu, pendukung dan penentang.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan, kalau dipikir-pikir, mungkin saya termasuk golongan penentang. Biasanya OSPEK terdiri dari 2 aspek.
Yang pertama adalah pemberian materi. Yg kedua (nah ini) yaitu biasanya selalu ada tindakan kekerasan.(yang katanya bagian dari pendidikan) yang dilakukan oleh senior, baik panitia maupun non - panitia Kekerasan bisa berupa non - body contact ( hukuman, mission impossible, perintah - perintah, dll ) dan yang lebih parah yaitu body contact ( pemukulan, penamparan ).
Kalau dari kubu pendukung, pasti bilangnya OSPEK itu bagus dan penting karena ( biasanya ) salah satu alasan di bawah ini :
* Mewujudkan kekompakan di antara mahasiswa baru.
* Meninggalkan sifat individualisme dalam diri peserta.
* Menjadikan peserta seseorang yang tangguh, mampu berpikir jernih dalam situasi sulit.
(istilah kerennya 'never crack under pressure').
* Mampu me-manage emosinya (marah, takut, dll).
* Mendapatkan informasi yang penting (tau tempat beli kertas, kabel, fotokopi, makanan di malam hari).
* Menjadikan disiplin.
* Lain - lain (belum terdeteksi, nanti kalau ketemu ditambahin lagi)
IMHO ( In my humble opinion), hal - hal di atas adalah mulia dan benar. Tapi, kenapa saya berada di kubu penentang. Alasan utamanya adalah "berapa persen" sih dari panitia (apalagi dari non-panitia) yang memang bertujuan mulia untuk mewujudkan tujuan di atas ? ?
Mungkin dari kubu pendukung, dibilang itu kan hanya oknum. Ya ya ya, cuma segelintir oknum kok. Di Indonesia ini yang melakuan korupsi cuma segelintir oknum. Segelintir yang meliputi mayoritas.
Alasan lain ketidaksetujuan saya:
----------------------------------------
* Apakah memang dalam bidang ilmu yg akan dijalani selama kuliah memerlukan ketangguhan sebagaimana yang digembar-gemborkan (mesti bisa push-up, mesti tahan ditabok, mesti berpakaian yg 'nyeleneh' dll) ?
* Apakah dalam dunia nyata di luar kampus, memang diperlukan ketangguhan sedemikian ?
Di beberapa kampus, OSPEK sudah dinyatakan dilarang. Tetapi beberapa senior tetap memaksakan adanya OSPEK, dengan alasan2 di atas.
Yang paling penting:
-------------------------
Apakah mereka akan rela dan tetap berpikiran yg sama, seandainya peserta OSPEK adalah anak mereka sendiri, yang dihukum, dipukul, ditendang oleh orang lain ( seniornya ), yang kalau sudah nasibnya akan berakhir dengan luka, cacat, atau bahkan meninggal dunia ??
*********************************************
* That's how evil goes to the heart of human being *
*********************************************
OSPEK adalah budaya 'PEMBODOHAN' yang terus dilestarikan untuk memenuhi kepuasan nafsu kekuasaan dan ekspresi agresifitas sekelompok orang semata dalam lingkungan pendidikan. Berikut ini 10 alasan mengapa OSPEK harus dihapuskan dari sistem pendidikan di Indonesia :
1. OSPEK hanya melestarikan budaya feodal dengan mewajibkan para peserta untuk menghormati paksa senior dan menuruti segala kehendak senior. Hanya terkesan memuaskan para senior yg 'sok gila kuasa' dan menganggap rendah status mahasiswa baru tak lebih sebagai budaknya.
2. Pelaksanaan OSPEK selama ini yg bermaksud menanamkan kedisiplinan dengan hukuman dan bentakan hanyalah sebuah bentuk militerisasi dalam kampus. Ini adalah bentuk KEMUNAFIKAN mahasiswa yang katanya anti militerisme dalam kampus tetapi malah melestarikan militerisme dari waktu ke waktu.
3. Penanaman nilai-nilai baru dalam waktu yang singkat dan dalam tekanan adalah sangat TIDAK EFEKTIF ditinjau dari faktor psikologi. Mahasiswa yg tidak tidur ataupun kelelahan karena mengerjakan setumpuk tugas tidak memiliki kesiapan maksimal untuk menerima informasi baru.
4. Pembuatan aneka atribut yang aneh-aneh merupakan suatu pemborosan uang dan waktu semata, tak sebanding dengan nilai - nilai yang ditanamkan dalam serangkaian aneka atribut tersebut.
5. Thorndike, seorang ahli psikologi pembelajaran menyatakan bahwa hukuman 'tidak efektif' untuk meniadakan suatu perilaku tertentu. Begitu halnya dengan hukuman dan sanksi pada OSPEK tidak akan efektif membuat seorang mahasiswa untuk menghilangkan perilaku - perilaku buruknya.
6. Kekuasaaan sangat dekat dengan kekerasan, maka tak heran jika panitia yg memiliki wewenang dan derajat lebih tinggi dari mahasiswa baru akan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis kepada mahasiswa baru.
7. Tak dapat dipungkiri bahwa terkadang OSPEK merupakan sarana balas dendam bagi senior atas perlakuan kakak kelas yang mereka alami pada waktu lalu. Rasa dendam akan selalu muncul dalam segala perlakuan yang menyakitkan, namun berhubung OSPEK adalah sesuatu yang dilegalkan sehingga kesempatan membalas hanya mungkin dilakukan pada OSPEK tahun berikutnya.
8. OSPEK memang terbukti mengakrabkan para mahasiswa, namun proses keakraban pada mahasiswa akan terjadi dengan sendirinya ketika mahasiswa mulai beraktivitas dalam kampus tanpa perlu dipaksakan dalam suatu penderitaan.
9. Setiap orang memiliki kerentanan psikologis yang berbeda-beda, sehingga hukuman yang serampangan ataupun perlakuan yang menekan mental pada OSPEK dapat menimbulkan suatu TRAUMA PSIKOLOGIS tersendiri bagi beberapa orang. Trauma ini pada akhirnya akan menimbulkan abnormalitas kejiwaan seseorang.
10. Kenangan dalam OSPEK hanya menciptakan romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah OSPEK, namun tentunya setiap orang tidak ingin mengalami OSPEK untuk beberapa kali lagi. Ini merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan OSPEK terjadi lagi dalam hidup mereka.
10 Alasan diatas sudah cukup untuk menghapuskan OSPEK dari sistem pendidikan di negara kita.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Solusi mengenai OSPEK
---------------------------------------------------------------------------------------------------
OSPEK Berorientasi Bisnis ( Kerja ), Mengapa Tidak ?
Solusi yang bisa dilakukan untuk mengganti OSPEK, yaitu :
------------------------------------------------------------------------
Pemberian informasi mengenai lingkungan kampus dan sekitarnya dapat dilakukan dalam satu matakuliah umum dalam beberapa kali pertemuan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang dipandu dan difasilitator oleh mahasiswa yang lebih senior. Dinamika kelompok kecil akan lebih terasa dibandingkan kelompok besar, sehingga keakraban antar mahasiswa dalam kelompok maupun antar kelompok pun akan semakin terjalin dengan baik.
Penanaman nilai - nilai dan informasi baru sangat efektif dilakukan dengan kegiatan - kegiatan yang menyenangkan dalam rupa permainan - permainan ringan tanpa hukuman. Hadiah telah terbukti efektif dalam membentuk dan mempertahankan suatu perilaku baru. Sistem Kredit Poin per Materi dapat juga digunakan sebagai hadiah (rewards). Misalnya 1 poin untuk datang tepat waktu, 1 poin untuk kerapian, 1 poin untuk mengenal denah gedung kuliah. Jika mahasiswa tidak memperoleh standar poin tertentu, mahasiswa harus mengulang kegiatan tersebut di tahun depan ataupun pengurangan jumlah sks yang diambil. Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan pula, dan tidak menimbulkan trauma.
Catatan :
OSPEK harus dikembalikan pada filosofi dan konsepsi semula. OSPEK yang selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik dan psikis harus diganti dengan OSPEK yang bervisi humanis dan mencerahkan jiwa dan pikiran mahasiswa baru. OSPEK yg selama ini hanya mempertontonkan hegemoni dan arogansi kekuasaan harus diganti dengan OSPEK yang lebih memperlihatkan kearifan, kesantunan, dan keramahan yg mendidik. OSPEK yg selama ini sering menyuguhkan 'kejahatan akademik' harus diganti dengan OSPEK berbasis pada tradisi dan prinsip kebebasan akademik.
OSPEK jaman lampau atau kegiatan yang menggunakan kedisiplinan semi-militer baik mental maupun fisik lebih baik diterapkan pada organisasi - organisasi kemahasiswaan seperti Pecinta Alam, Pramuka, dan MENWA bukan pada lembaga pendidikan umum seperti sekolah dan perguruan tinggi.
Sudah saatnya OSPEK yang berorientasi penyiksaan fisik kepada (calon) mahasiswa baru di hapuskan di semua level pendidikan di Indonesia, terutama di tingkat Perguruan Tinggi (PT). Karena kegiatan OSPEKseperti itu tidak hanya kontra produktif serta tidak menyentuh wilayah 'ke-ilmiahan' yang didengung-dengungkan di dunia PT saja, tetapi juga sangat memperbodoh para mahasiswa secara intelektual. Dan sudah bukan berita baru lagi jika OSPEK hanyalah sebagai sarana rutinitas dan ajang balas dendam dari para senior pada juniornya.
Oleh karena itu sudah sepantasnya kegiatan OSPEK dikemas dalam suatu bentuk kegiatan yang cukup fun, fresh and focus dan tentu saja kegiatan tersebut harus bisa menjadi ajang pencerahan bagi para (calon) mahasiswa yang akan memasuki dunia Pendidikan / Perguruan Tinggi (PT) yang diharapkan akan sangat berbeda sekali dengan dunia pendidikan sebelumnya (SMU).
Salah satu kegiatan yang kiranya cukup menarik dan bermanfaat adalah berupa kegiatan yang dapat membuka pikiran para mahasiswa baru tersebut untuk menyiapakan dirinya memasuki dunia bisnis (kerja) begitu mereka belajar di bangku kuliah.
Mengapa kegaiatan seperti ini yang harus diadakan pada saat OSPEK ? Untuk menjawabnya maka kita harus berani berkata jujur bahwa fakta dilapangan mengatakan ternyata lebih dari 95% mahasiswa yang belajar di PT pasti menginginkan mereka akan bisa bekerja setelah mereka lulus kuliah nantinya! Sialnya meski pihak PT mengetahui benar hal ini tetapi selama proses pendidikannya PT sebagai institusi yang mendidik mereka hanya memberikan sedikit sekali perhatian – kalau tidak boleh dikatakan diabaikan sama sekali – terhadap `masa depan' para alumni setelah mereka lulus nanti.
Tidak jarang terdengar ungkapan dari para mahasiswa yang sudah menjelang akhir pendidikannya di PT mengatakan lebih enak tetap kuliah dari pada harus lulus lebih cepat, karena jika cepat lulus bingung harus berbuat apa ? Yg patut digaris bawahi adalah bahwa ungkapan itu sangat wajar sekali bagi mereka yang takut disebabkan mereka tidak mempunyai bekal apa-apa untuk terjun ke dunia bisnis (kerja) dan jumlah mereka itu banyak sekali, jujur saja banyak sekali fenomena sarjana fresh graduate yang lebih suka tetap tinggal di kota tempat dia belajar daripada pulang kampung untuk bekerja, entah dengan membuka lapangan kerja sendiri atau bekerja dengan / kepada orang lain.
Di satu sisi, dunia kerja di luar sana, para pengusaha dan para majikan, seperti yang dikatakan oleh pihak DISNAKERTRANS dalam sebuah seminar, enggan menerima para fresh graduate untuk bekerja di perusahaannya, bukan karena mereka tidak pandai dan menguasai skill yang dibutuhkan perusahaan tetapi yang paling parah mereka tidak mempunyai dan menyiapkan mental siap untuk bekerja. Akibat dari sifat ini maka tidak jarang terdengar berita bahwa banyak para fresh graduate yang mudah sekali bosan dan gonta-ganti pekerjaan. Tentu saja ini sangat merugikan bagi perusahaan dan juga sang karyawan yang fresh graduate tadi.
Nah, jika paradigma para mahasiswa tentang dunia kerja tidak diperkenalkan dan dirubah sejak mereka menginjakkan kaki ke kampus dan mereka tidak mendapatkan gambaran riil dari dunia kerja yang akan mereka hadapi beberapa tahun setelah mereka lulus nanti maka tidak mustahil jika semakin banyak saja mereka justru "enggan lulus" di saat seharusnya lulus !
Nah, dengan OSPEK-lah perubahan paradigma tersebut bisa dirubah. Dengan target akhir setelah mereka mengikuti OSPEK mereka mempunyai gambaran yang jelas apa yang akan mereka lakukan setelah lulus nanti dan konsekuensi apa yang harus dipersiapkan ketika mereka masih belajar di bangku kuliah ! Jika gambaran itu begitu kuat, maka bukan tidak mungkin di saat mereka masih duduk dibangku kuliah mereka sudah mempersiapkan kehidupan dan masa depannya !
Untuk keberhasilan itu tentu saja perlu dilibatkan pihak - pihak yang berkompeten dalam bidangnya, seperti pihak DISNAKERTRANS yang memberikan situasi dan trend pasar kerja yang up to date untuk saat ini dan beberapa tahun yang akan datang ketika para mahasiswa itu lulus. Juga dari dunia usaha yang memberikan informasi tentang kriteria tenaga kerja yang diinginkan oleh mereka dan sebagainya. Begitu juga pihak kampus (PT) tempat para mahasiswa belajar juga harus semakin mempergiat hubungan mereka dengan dunia usaha / kerja seperti yang terjadi di negara-negara Asia lain seperti Korea di mana PT dan Dunia Usaha saling mempunyai ketergantungan.
Idealnya lagi OSPEK tidak hanya dilaksanakan pada saat ( calon ) mahasiswa hendak memasuki PT saja, tetapi di laksanakan beberapa kali yaitu pada saat pertengahan mereka belajar dan di saat mereka hendak lulus. Tentu saja kegiatanya harus berbeda dan semakin mendekati kelulusan kegiatan OSPEK juga semakin lebih fokus mempersiapkan mereka terjun ke dunia kerja. Bahkan bukan mustahil kegiatan yang menyia - nyiakan banyak dana dan tenaga serta tidak menghasilkan apa-apa seperti Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) atau Kuliah Kerja Praktek ( KKP ) yang masih banyak diterapkan di PT saat ini dihapus dan diganti dengan kegitan " OSPEK Memasuki Dunia Usaha / Kerja ".
Akhirnya tantangannya hanya satu :
--------------------------------------------
Maukah kita (Mahasiswa dan Kampus tempat kita belajar) merubah paradigma kita tentang OSPEK dan visi misi dari kuliah itu sendiri ?
Tetapi jangan biarkan 'hukum rimba' mencemari institusi pendidikan yang pada dasarnya bertujuan untuk mencerahkan generasi muda. Untuk mendobrak belenggu penindasan yang terstruktur itu, diperlukan sinergi antara reformasi institusional dengan strategi untuk menimbulkan rasa kesetaraan yang afektif di antara masing - masing subjek pendidikan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Disarikan dan diambil dari berbagai sumber oleh Prawiranto@...,
STMIK RAHARJA - 0422452289 -
Bebas untuk dicopy, disebarluaskan selama menyertakan URL terkait.
- Perjuangan masih panjang. -
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
URL terkait terakhir diunduh dan dibaca, 3:12 PM 8/20/2007
Ospek, Masih Perlukah?
-----------------------------
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/05/1105.htm
Ospek, Antara Ya dan Tidak
----------------------------------
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/082006/31/kampus/utama01.htm
Ospek Bervisi, Kebebasan Minus Kekerasan Akademik
------------------------------------------------------------------
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/26/0803.htm
Ospek, Kekerasan, dan Pembinaan Generasi Muda
-------------------------------------------------------------
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/18/0802.htm
Merecoki Dunia Nalar
---------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/559479.htm
Keadilan Versus Keberingasan
--------------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/560388.htm
Perilaku Primitif dalam Tradisi Intelektual
-----------------------------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/560159.htm
Mereka Tumbuh dalam Generasi Tawuran
---------------------------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/560673.htm
Dicari: Bentuk Ospek Baru
--------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/560746.htm
Memutus Silsilah Kekerasan pada Institusi Pendidikan
------------------------------------------------------------------
http://www.humanrights.go.id/index_HAM.asp?menu=artikel&id=990
Stockholm syndrome
---------------------------
http://en.wikipedia.org/wiki/Stockholm_syndrome
Ospek, Ajang Ekspresi Impulsi Kekerasan, dan Jati Diri Praksis Pendidikan
------------------------------------------------------------------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/560862.htm
Premanisme Kampus dan Akal-akalan Mahasiswa
-------------------------------------------------------------
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/14/Fokus/561655.htm
Wartawan Masuk ke IPDN, Praja Teriak Menyuruh Pulang
-----------------------------------------------------------------------
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/03/time/134805/idnews/762401/idkanal/10
2000-2004, 660 Kasus Free Sex Ditemukan di IPDN
----------------------------------------------------------------
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/03/time/162417/idnews/762520/idkanal/10)
Memutuskan Mata Rantai Sindrom Stockholm
---------------------------------------------------------
http://priyadi.net/archives/2007/04/10/memutuskan-mata-rantai-sindrom-stockholm/
Bukan Ospek, tapi Perkenalan Mahasiswa
--------------------------------------------------
http://www.suaramerdeka.com/harian/0609/20/ked03.htm
(hampir) Semuanya tentang ospek
------------------------------------------
http://luthfi.wordpress.com/2006/08/27/hampir-semuanya-tentang-ospek/
MOS; Masa Orientasi atau Masa Otoritas ?
--------------------------------------------------
http://deathlock.wordpress.com/2007/07/21/mos-masa-orientasi-atau-masa-otoritas/
No comments:
Post a Comment